Gorengan Hijau Hitam yang Basi

Gorengan Hijau Hitam yang Basi
Gambar Ilustrasi: Gorengan HMI yang Badi
Kembali ke Asas Islam

Setelah rezim Orba tumbang, pada Kongres ke-22 di Jambi, HMI Dipo kembali memakai asas Islam.

Menurut saya, HMI Dipo memandang ideologi hanya sebagai nilai taktis semata. Sialnya, belum lama ini, pada Kongres HMI Dipo ke XXXII di Pontianak, saya menerima video, bunyinya kurang-lebih seperti ini;

“24. Pengesahan, penegasan, mendorong islah atau rekonsiliasi HMI Dipo dan HMI MPO berlokasi di Yogyakarta bersifat internal.”

“25. Jika poin islah atau rekonsiliasi tidak tercapai, maka PB HMI Dipo menggugat atau menyelesaikan dan mengambil langkah hukum dengan dasar penggunaan atribut HMI dan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham bersifat internal.

Saya anggap sikap ini lucu. Pasalnya, siapa yang berkhianat, siapa yang menggong-gong. Mereka lantang menyerukan islah seolah tak mengerti sejarah dan tak mengenal HMI.

Mereka lupa bahwa semenjak terjadinya dualisme anatara MPO dan Dipo sudah berbeda pandangangan, bahkan secara kultural dan mental.

Seharusnya, bisa dipahami keduanya tidak akan bersatu kembali, kecuali persatuan itu diinginkan dari bawah, tataran komisariat, buka dari wewenang PB ataupun alumni HMI. Terlebih lagi, HMI Dipo mengambil jalur hukum jika islah tidak tercapai.

Karena itu, saya menganggap isu ini hanyalah gorengan basi yang harus segera diakhiri. Hanya, Orang-orang berkepentingan yang ingin mencari panggung dan eksistensi yang masih memainkan isu tersebut.

Pandangan Hukum soal Legal HMI

Pertama, saya ingin membahas soal Konstitusi HMI. Hal itu berkaitan soal atribut HMI sebagai dasar gugatan.

Di dalam Konstitusi HMI memuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga(AD/ART) dan Pedoman-Pedoman Pokok.

Nah, aturan mengenai atribut berada di Pedoman Atribut yang isinya berkaitan identitas HMI. Misalanya, soal lambang HMI terdiri dari bulan sabit; angka satu; yang memiliki warna hitam, hijau, dan putih.

Artinya, identitas HMI, baik dari penamaan, atribut hingga Panji sudah lama ada sebelum jaman Orba, terjadinya dualisme HMI, atau klaim HMI Dipo terdaftar di Kemenkumam.

Dengan demikian, secara de fakto HMI MPO dan HMI Dipo sama berhaknya memakai atribut atau apapun berkaitan HMI.

Kemudian secara de jure, HMI Dipo memang telah mendaftarkan nama HMI di Kemenkumham, yang kemudian terbit Akte Pengesahan No AHU-122.AH.01.06.2008.

Namun, dari Akte Pengesahan itu bisa dilihat perbedaan antara HMI Dipo dan HMI MPO.

Misalnya, pada AD/ART Bab 4 tentang tujuan organisasi, HMI Dipo memiliki tujuan, ‘Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam’.

Sedangkan HMI MPO, memiliki tujuan, ‘Terbinanya Mahasiswa Islam menjadi Insan Ulil Al-Bab yang Turut Bertanggungjawab atas Terwujudnya Tatanan Masyarakat yang Diridhoi Allah SWT”.

Selain itu, konsepsi ideologis keduanya pun sudah berbeda. HMI Dipo masih memakan Nilai Dasar Perjuangan (NDP), sementara HMI MPO memakai Khittah Perjuangan.

Dan jangan lupa, HMI terbentuk 2 tahun pasca Indonesia merdeka, kemudian baru diakui negara lewat Akte Pengesahan pada 2008.

Kita bisa simpulkan, secara organisasi HMI MPO dan HMI Dipo adalah dua organisasi yang berbeda.

Saran saya, HMI Dipo jangan hanya ‘gertak sambal’ soal menggugat HMI MPO, mengingat ini adalah amanah kongres.

Kenapa saya memakai narasi gertak sambal karena sampai saat ini belum ada pergerakan spesifik untuk rekonsilasi atau islah.

Untuk PB HMI MPO, saya sarankan mengambil tindakan tegas soal perbedaan MPO dan Dipo. Caranya, mendaftaarkan HMI MPO ke Kemenkumham atau memberi pernyataan secara formal bahwa HMI MPO adalah HMI yang sah secara sejarah.

Penulis: Kabut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *