Pemuda Ideal dalam Pandangan Al Quran

Pemuda Ideal dalam Pandangan Al Quran
Masjid Raya Al Azom, Kota Tangerang, Banten.

Faya ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Pada kesempatan yang mulia ini, saya ingin menyampaikan satu khotbah Jumat untuk para pembaca Lapmi TNG yang budiman. Naskah khotbah secara langsung saya minta dari sang Khotib, Khairul Anwar, yang bertugas di Masjid Raya Al-Azhom, Kota Tangerang.

Sehubungan dengan khotbah ini, marilah kita selalu meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT sebab keduanya adalah sebaik-baiknya bekal bagi seorang mukmin.

Di awal khotbah, sang Khotib mengutip perkataan Bung Karno yang familier tentang pemuda, yang kemudian disandingkan dengan pandangan Al Quran terkait generasi muda:
“Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!”

Demikian Bung Karno mengungkapkan tentang potensi dan kekuatan yang dimiliki generasi muda. Dalam pandangan Al Quran, masa muda adalah masa dari beberapa tahapan kehidupan manusia dengan kondisi fisik yang paling kuat, sebagaimana firman Allah SWT:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan kamu sesudah kuat itu, lemah kembali dan beruban. Dan, menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan, Dialah maha mengetahui lagi maha kuasa,” (Ar Rum: 54)

Sehubungan dengan ayat tersebut, Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa Allah telah menjelaskan tentang kekuatan di antara dua kelemahan, kekuatan itu adalah masa muda yang terletak sesudah masa kanak-kanak dan sebelum masa tua.

Oleh sebab itu, beban dan tanggung jawab seseorang itu terletak di masa muda dan jauh lebih besar dibandingkan masa kanak-kanak dan masa tua.

Karena itu, kaum muda perlu mendapatkan perhatian khusus kita semua, sebab mereka adalah harapan, cita-cita, serta angan-angan sebuah bangsa. Namun, pada kenyataannya, saat ini kita melihat pemuda Islam mulai kehilangan spirit berjuang dan belajar.

Islam dan Pemuda Ideal

Selanjutnya, Khotib mengatakan bahwa dalam sejarah, Islam memiliki pemuda-pemuda ideal seperti sabda Nabi Muhammad Saw, “Para pemuda bersentuhan denganku dan orang tua memusuhi.”

Oleh karena itu, perjuangan dakwah Rasul tidak bisa dilepaskan dari dukungan kawula muda. Contohnya, Babul Ilm (pintu ilmu), Ali bin Abi Thalib, Usmah bin Zaid, Turjumanul Quran (juru bicara Al Quran), Abdullah bin Abbas, dan masih banyak lagi.

Sayangnya, saat ini para pemuda muslim lambat laun mulai terseret ke pusaran yang merusak nilai-nilai keluhuran. Hari ini misalnya, kita saksikan banyaknya kasus tawuran antar pemuda, penggunaan dan pengedaran narkoba, hingga seks bebas. Keadaan semacam itu melahirkan bencana sosial dan moral.

Karakter Pemuda Ideal

Sehubungan dengan itu, Khotib menjabarkan karakter pemuda ideal dalam perspektif Islam:

Pertama, dia memiliki keberanian. Pemuda ideal adalah pemuda yang berani menyatakan haq (benar) dan batil (salah). Mereka siap bertanggungjawab serta menanggung risiko saat mempertahankan keyakinannya.

Contohnya, pemuda bernama Ibrahim yang menghancurkan berhala-berhala kecil dengan kapak. Selanjutnya, dia gantungkan kapak itu pada berhala yang paling besar. Hal itu Nabi Ibrahim lakukan untuk memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa menyembah berhala (tuhan selain Allah) sama sekali tidak ada manfaatnya.

Kedua, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam mencari dan kebenaran atas dasar ilmu pengetahuan serta keyakinan. Artinya, seorang pemuda yang baik tidak pernah berhenti belajar dan menuntut ilmu.

Kisah Ashabul Kahfi

Ketiga, membentuk atau mencari komunitas dalam bingkai keyakinan dan kekuatan akidah yang lurus seperti pemuda Ashabul Kahfi yang dikisahkan dalam Al Quran pada surat Al Kahfi (13-25):

“Kami kisaran kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya, mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka. Dan, kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”

Jadi, Ashabul Kahfi berkelompok bukan untuk berfoya-foya atau melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Para pemuda ideal mempunyai karakter persatuan, keguyuban, dan menyukai kebersamaan.

Sayangnya, kebersamaan dan loyalitas yang diberikan oleh sebagian pemuda hari ini justru sebaliknya, yaitu untuk melakukan tindakan negatif.

Sementara Ashabul Kahfi berjamaah dalam menantang kemurkaan dan memperjuangkan agama serta keyakinannya sampai titik darah terakhir. Loyalitas tersebut adalah wujud persembahan dan ketulusan seorang hamba pada Tuhannya.

Keempat, menjaga akhlak dan kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusila. Hal itu diperlihatkan pada kisah Nabi Yusuf yang menjadi pujaan para wanita karena ketampanannya. Namun, berbagai godaan dan rayuan ia tampik sembari berlindung kepada Allah SWT.

Terakhir, etos kerja. Hal itu dicontohkan oleh baginda Rasulullah Muhammad Saw atas segala jerih upayanya mencari karunia Allah SWT serta membantu mengurangi beban penderitaan umatnya yang dilakukan dengan penuh rintangan dan hambatan.

Akhirnya, Khotib berharap sosok dan karakter pemuda ideal di atas bisa menjadi inspirasi bagi para pemuda Indonesia.

“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi, kecuali ia seorang pemuda. Dan tidak pula, seseorang diberi ilmu oleh Allah, kecuali ia adalah pemuda,” (Abdullah bin Abbas).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *