Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menggelar workshop jurnalistik dengan tema “Menjadi Citizen Journalism Kritis di Era Digital” di Aula Jenderal Sudirman, Kampus UMT, Cikokol, Kota Tangerang, pada Minggu, 17 Juli 2022.
Ketua Pelaksana, Muhamad Dwi Septian mengatakan tema tersebut dipilih karena setiap masyarakat dapat berperan dalam perkembangan digital dengan berbagi informasi. Namun, peran tersebut berbenturan dengan batasan-batasan.
“Sangat diperlukan sekali pembahasan soal citizen journalism ini karena siapapun masyarakat bisa menjadi jurnalis. Dengan adanya acara ini, kita bisa mengetahui batasan-batasannya. Selain itu, manfaatnya bisa terhindar dari berita-berita hoax. Jadi, informasi yang disajikan memiliki keterangan yang pasti dan tidak simpang siur,” katanya.
Sementara itu, Korry Elyana sebagai dosen pengampu jurusan Ilmu Komunikasi UMT menyampaikan acara tersebut bertujuan supaya mahasiswa UMT mengetahui situasi di lapangan dengan mengundang para praktisi media.
“Supaya teman-teman (mahasiswa) tahu di lapangan itu seperti apa sekarang. Nah, kami menghadirkan pemateri yang mengetahui bagaimana situasi, konflik, isu-isu kekinian. Jadi, saya ingin teman-teman tahu banyak seperti apa, sih, jurnalis sebenarnya,” ungkapnya.
Menjadi Citizen Journalism Kritis
Di samping itu, Acara tersebut menghadirkan dua narasumber dari praktisi media yang berkompeten untuk membahas terkait situasi kondisi citizen journalism saat ini.
Salah satunya, Dimas Ganjar, Pimpinan Redaktur Jawa Pos yang menerangkan bahwa citizen journalism adalah jurnalistik warga yang dilakukan oleh warga secara umum, tidak terikat dengan perusahaan media, tetapi bisa memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan berbagai informasi. Selain itu, Dimas menjelaskan bagaimana menjadi citizen journalism yang kritis.
“Citizen journalism yang kritis itu seharusnya tidak hanya menangkap sekedar peristiwanya saja, tetapi mendalaminya juga. Misalnya, ketika menemukan kasus kecelakaan seharusnya tidak hanya sekedar memotret, memvideokan, tetapi bisa ditambahkan dengan mencari tahu seperti apa kronologinya. Seperti yang saat ini sering di unggah oleh citizen journalism soal pelecehan seksual. Ketika menemukan pelecehan seksual di angkutan umum seharusnya jangan hanya merekam. Namun, sampaikan juga pesannya kepada taman-teman agar tidak menjadi korban pelecehan seksual,” jelas Dimas.
Di satu sisi, Agus Rahmat, Asisten Redaktur Viva, yang juga menjadi salah dua narasumber menyampaikan bahwa acara ini menjadi sinkronisasi antara mahasiswa dengan materi di dalam kelas dan praktisi dengan praktek di lapangan.
Selanjutnya, menjadi bahan edukasi dan pemberdayaan bagi mereka, citizen journalism atau pegiat media social. Selain itu, Agus menyambut baik acara yang digelar oleh mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, UMT.
“Di era digitalisasi ini, Kita perlu melakukan edukasi dan memberdayakan citizen journalism karena orang bebas – sebelum mempublish tidak memiliki saringan tertentu. Untuk melawan itu, kita harus memperbanyak konten-konten positif. Saya menyambut kegiatan positif teman-teman mahasiswa, kemudian aktif juga. Karena itu, jurnalistik adalah pembelajaran yang tidak pernah berhenti, sehingga ketika teman-teman punya keinginan untuk terus belajar, itulah sebenarnya nilai-nilai jurnalistik dasar yang dibutuhkan,” papar Agus.
Minat Bakat Jurnalis
Sementara itu, salah satu peserta workshop jurnalistik, Ine Agustina mengapresiasi acara karena telah menambah wawasannya. Menurutnya, acara tersebut berhasil meningkatkan minatnya terhadap dunia jurnalisme.
“Acaranya bagus karena sesuai dengan jurusan saya, ilmu komunikasi. Saya jadi tahu kalau jurnalis itu harus kritis, dijelaskan juga soal undang-undang dan kode etik jurnalistik. Menarik banget karena saya dari dulu memang mau jadi wartawan, apalagi bisa jalan-jalan, kayak wartawan TV,” imbuh Ine, Mahasiswa semester 4 jurusan Ilmu Komunikasi. (AK)