Hentikan Tindakan Represif terhadap Jurnalis!

Tindakan represif terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini di Namlea, Kabupaten Buru, Maluku. Sabtu, 9 Juli 2022, seorang koresponden Molluca Tv, Sofyan Muhammadiyah meliput sekelompok mahasiswa yang sedang unjuk rasa menuntut Gubernur Maluku terkait beberapa persoalan pembangunan saat diresmikannya Pelabuhan Merah Putih di Namlea.
Hentikan Tindakan Represif terhadap Jurnalis! | Ilustrari ©Rara/Lapmi TNG

Tindakan represif terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini di Namlea, Kabupaten Buru, Maluku. Sabtu, 9 Juli 2022, seorang koresponden Molluca Tv, Sofyan Muhammadiyah meliput sekelompok mahasiswa yang sedang unjuk rasa menuntut Gubernur Maluku terkait beberapa persoalan pembangunan saat diresmikannya Pelabuhan Merah Putih di Namlea.

Awalnya, Gubernur tidak menanggapi aksi para mahasiswa. Namun, di pertengahan unjuk rasa, tiba-tiba dia berdiri dan menantang mereka yang berorasi.

“Woe, kasi masuk sini, katong (kita) bakalai (berkelahi). Sudah lama enggak bakalai ini,” katanya.

Sofyan lantas mengabadikan momen tersebut dengan gawainya. Akan tetapi, langkah sofyan langsung digagalkan oleh ajudan gubernur, I Ketut Wardana.

Dengan tindakan represif, dia mengambil paksa gawai milik Sofyan. Video ketika Gubernur menantang mahasiswa berkelahi tersebut dihapus. Padahal, sebelumnya Sofyan telah memperkenalkan diri sebagai wartawan yang sedang bertugas di Namlea.

Sikap I Ketut Wardana tersebut jelas bertujuan untuk menghalang-halangi kerja jurnalis. Hal itu sama dengan tindakan mengekang kebebasan Pers.

Dalam UU Pers No 40 tahun 1999 Pasal 4 Ayat 3, secara gamblang telah menjamin Kemerdekaan Pers. Dalam aturan tersebut dijelaskan, Pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik sama dengan perbuatan melanggar UU Pers No 40 tahun 1999 karena pada Pasal 18 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang melawan hukum secara sengaja dengan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat 2 dan Ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah.

Tindakan tersebut juga secara langsung menambah angka kasus kekerasan jurnalis di tahun 2022. Bagaimanapun juga, pelaku harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku demi menghentikan budaya kekerasan terhadap jurnalis sekaligus menjadi pengingat bagi seluruh pihak untuk menghormati kebebasan pers di Indonesia.

Penulis: Rara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *