Cerpen  

Pembantaian MU oleh Liverpool: Sejarah yang Akan Diungkit

Siang menjelang sore, seorang pemuda yang berprofesi sebagai penulis kurang terkenal baru terbangun dari tidurnya. Dia masih di atas ranjang. Namun, matanya tidak terpejam, hanya menatap kosong. Rupanya dia masih terbayang pertandingan malam tadi. Pertandingan besar antara Manchester United (MU) melawan Liverpool.
"Pembantaian MU oleh Liverpool: Sejarah yang Akan Diungkit" | Ilustrasi ©hmitangerangraya/Ade Aji Maulana

Siang menjelang sore, seorang pemuda yang berprofesi sebagai penulis kurang terkenal baru terbangun dari tidurnya. Dia masih di atas ranjang. Namun, matanya tidak terpejam, hanya menatap kosong. Rupanya dia masih terbayang pertandingan malam tadi. Pertandingan besar antara Manchester United (MU) melawan Liverpool.

Masih belum beranjak, Alis mengingat satu per satu gol yang bersarang di gawang De Gea. Lima gol tanpa balas adalah pembantaian yang menyakitkan. Seharusnya pertandingan besar menghadirkan pertarungan yang sengit. Namun, pertandingan besar ini seperti tidak berimbang. Liverpool memang begitu massif.

Lengkap penderitaan Alis malam tadi sebab dia menyaksikan pertandingan itu bersama teman-temannya. Sebelum pertandingan dimulai.

Matis, si penggemar Liverpool berkata pada Alis, “Lis, kita taruhan!”

“Boleh,” jawab Alis.

“Lau aja Lis yang nentuin taruhannya!”

“Oke! Taruhannya, setiap kebobolan gol harus bikin kopi!” seru Alis.

“Masa cuma bikin kopi, Lis. Gua tambahin boleh?” pinta Matis.

“Boleh!”

“Tambahannya, bikin acara liburan plus biaya transport ditanggung yang kalah, gimana?”

“Buset! Enggak ada duit gua. Jangan aneh-aneh, lu!” seru Alis.

“Ha-ha, Gua bercanda. Yaudah bikin kopi aja, deh.”

Alis memastikan. “Oke, deal, ya?”

“Deal!” jawab Matis.

Usai pertandingan, biasanya penggemar dari tim yang menang akan mencemooh penggemar dari tim yang kalah. Alis dan beberapa teman penggemar MU hanya bisa geleng-geleng kepala. Mereka habis-habisan dicemooh atas kekalahan MU. Terlebih lagi, Alis harus bolak-balik bikin kopi. Lima gol berarti lima gelas kopi. Sungguh malang nasib Alis.

*****

Alis mulai bangun dari tempat pembaringannya. Dia mengambil sebuah buku kemudian dibacanya hanya beberapa lembar. Setelah itu dia ambil tas yang di dalamnya terdapat naskah-naskah. Alis keluar rumah. Dia menatap langit yang digulung mendung. Sambil tersenyum tipis dia berkata, “Langit pun gak terima MU dibantai.”

Alis menyusuri gang rumahnya. Beruntungnya, dia tidak bertemu Matis, sebab dia akan menerima cemooh lagi jika berpapasan. Mungkin Matis masih terlelap dalam tidurnya. Memang indah tidurnya para pemenang. Alis masih menyusuri jalan, entah ke mana dia akan pergi. Tujuannya tak jelas. Demikian hidup seorang penulis. Hidupnya teramat ganjil.

Perjalanan Alis terhenti pada sebuah danau. Danau itu sangat asri dan sunyi. Mungkin danau itu belum diketahui orang banyak. Dia duduk di tepi danau–airnya begitu jernih. Dia ambil salah satu naskah dari dalam tas lalu dibacanya. Sebenarnya, naskah-naskah itu sudah berulang kali dia baca. Namun, entah kenapa belum juga dirampungkannya.

Seketika gawai Alis bergetar. Hanya sekedar notifikasi. Alis memang sengaja menghidupkan beberapa notifikasi akun media sosial, termasuk gadis manis yang ia sukai. Notifikasi yang diterima Alis ternyata dari akun media sosial Ronaldo.

“Kadang hasilnya tidak sesuai dengan yang kami perjuangkan. Kadang skornya pun bukan yang kami inginkan. Dan ini kesalahan kami, cuma kami karena tidak ada lagi yang bisa disalahkan.

Penggemar kami lagi-lagi luar biasa dalam memberikan dukungan yang konstan. Mereka pantas mendapatkan yang lebih dari ini, jauh lebih baik dan tergantung pada kami untuk memberikannya. Sekaranglah waktunya.”

Begitu pernyataan Ronaldo usai dibantai Liverpool. Alis tersenyum lebar atas ungkapan Ronaldo. Tenyata idolanya tidak patah arang. Dia cepat bangkit dari keterpurukan. Mental Ronaldo memang tidak boleh turun karena akan mempengaruhi performanya. Di sisi lain, Ronaldo masih sempatnya memikirkan penggemar. Dia sangat menghargai penggemarnya, bukan memberi harga pada penggemarnya.

Alis sebagai penulis selalu berfantasi. Dia mulai tertawa sendirian di danau yang sepi itu. Dia membayangkan pembantaian MU akan dicatat oleh sejarah. Selanjutnya, akan diungkit-ungkit oleh penggemar Liverpool, terutama Matis. Mungkin sampai dia memiliki anak hingga cucu. Matis akan mengungkit bahwa MU pernah kalah lima gol tanpa balas di kandangnya sendiri dan Alis harus bolak-balik membuatkan kopi untuknya. Walaupun di musim berikutnya MU bisa memenangkan banyak tropi dan mengalahkan Liverpool. Sejarah pembantaian itu pasti akan tetap diungkit.

Pada dasarnya, Alis tidak pernah peduli akan hal itu. Sebab itu, dia menjagokan sosok pemain bukan sebuah tim. Terlebih dahulu, dia akan menentukan pemain yang dijagokan–dengan penilaian yang selektif. Sebelumnya, dia pernah menjagokan Ronaldinho. Akan tetapi, setelah Ronaldinho pensiun Alis menjatuhkan pilihannya pada Ronaldo. Pemain berkarakter dan memiliki kualitas di atas rata-rata. Jadi, untuk apa membahas sejarah pembantaian MU!

Namun, soal tindakan Ronaldo kepada Jones. Alis mengakui bahwa tindakan itu tidak sportif. Akan tetapi, Alis menganggap itu tindakan yang wajar di dalam pertandingan–tindakan itu hanya spontanitas atas kekecewaan Ronaldo. Setiap pemain bola pasti mengalami, apalagi dalam tekanan atau ketertinggalan.

Hari semakin gelap. Adzan magrib segera berkumandang. Alis bergegas meninggalkan danau. Sialnya, di depan rumah Alis berpapasan dengan Matis.

“Sial!” gumam Alis.

Sesuai dugaan, Matis Kembali mencemooh Alis.

“Lis, bikin kopi, Lis,” teriak Matis.

Alis tidak menghiraukannya.

“Ronaldo suruh pensiun aja, Lis,” tambah Matis.

Sambil berlalu dari hadapan Matis, Alis teriak, “Tunggu pembalasannya!”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *